[2/3] (Part. 2/3) EXO fanfiction : Yellow Light

Part. 2 yuhuuuuuu~~ dan untuk part.3 panjang banget jadi........... tunggu aja LOL






                Kicauan burung gereja tak mampu membuat laki-laki berusia 18 tahun itu tersenyum. Sinar matahari pagi dengan cepat merambat dan menembus jendela kamar, membuat kamar berukuran 8x9 meter  itu tampak terang, menerangi setiap benda yang menghiasi setiap inci sudut ruangan. Akan tetapi laki-laki itu enggan untuk meninggalkan tempat tidurnya atau, tidak mampu? Meskipun cahaya matahari terpantul dari kulitnya yang halus, putih pucat masih menjadi warna dominan kulitnya. Sama sekali tak ada perubahan pada dirinya, kecuali seorang laki-laki rapuh yang kadar kelemahannya selalu berpacu dengan waktu. Hingga suatu hal yang dapat ia lakukan hari ini, terbaring lemas di tempat tidur.

               Desahan sandal seorang gadis dengan lantai membangunkan tidurnya yang masih terkesan pahit. Dengan lembut gadis itu meletakkan baki dengan sarapan yang masih hangat di atas meja kayu berukuran sedang. Kedua bola mata gadis itu dapat menangkap sebuah kamar yang begitu berantakan. Kesedihan terpancar dari wajah gadis itu, satu hal yang dapat dilakukan olehnya hanyalah merapikan kamar itu dengan tenang.

                “Kau tidak perlu untuk merapikan kamarku, Luna. Disaat keputus asaan merasuki diriku, melempar seluruh benda yang berada di dekatku adalah cara terbaik untuk melampiaskan kemarahanku.”

                “Buka mulutmu, Sehun-ah. Aku telah membuat bubur untukmu. Sudah dua hari Sehun belum makan.”

                “Bawalah sarapan ini bersamamu. Aku tidak ingin makan, aku hanya ingin menghitung waktu sampai ajal menjemputku!”

                Lemah namun suara itu dapat terdengar dengan jelas di kedua telinga Luna. Dan Sehun benar-benar tidak mengizinkan kedua matanya untuk menatap gadis itu, bahkan untuk melihat Luna dalam waktu satu detik saja otak Sehun telah mensugestikan dirinya untuk tidak melakukan hal tersebut.

                Dan sepertinya gadis itu memang tidak mengerti dengan ucapan Sehun barusan. Tetap saja Luna bersikeras untuk menyuapi Sehun dengan sarapan yang telah dimasak olehnya. Lalu gadis itu memegang sebuah sendok plastik dengan bubur yang tergenang diatasnya kemudian mengulurkan tangannya, berusaha untuk menyuapi Sehun sebisanya.

                Aku tidak mau,” ujar Sehun lemah, lalu dirinya memalingkan muka. Akan tetapi gadis itu tetap teguh atas pendiriannya, hingga membuat Ten muak akan sikapnya ini.

                “Sudah ku bilang, aku tidak mau! Kenapa kau masih bepura-pura untuk menyelamatkan manusia sekarat sepertiku?” Dengan kasar Sehun mendorong baki itu dan satu hal yang dapat Luna saksikan dari lantai kamar itu adalah tumpahan bubur dihiasi dengan pecahan mangkuk keramik buatan cina. Sama sekali tidak ingin laki-laki itu membuka mulutnya untuk meminta maaf, egoisme masih melekat kuat di dalam hatinya.

                Gadis itu keluar dari kamar tanpa meninggalkan seutas kalimat kepada Sehun. Beberapa lama kemudian mata sayu itu melihat pemandangan dari luar hingga membuat wajahnya semakin murung. Laki-laki itu berdiri setinggi tubuhnya, terlihat jelas kalau memaksakan diri.

                “Apa sebentar lagi aku akan… Mati?” Perlahan air mata mengucur dari kedua matanya yang bulat. Tangan berwarna pucat itu mulai meraba perutnya, rasa sakit yang begitu besar melemahkan seluruh saraf yang menjalar di sekujur tubuhnya. Entah sudah beberapa kali darah memercik dari tenggorokannya. Kedua kakinya kini tak mampu untuk menopang tubuh kurus itu, hingga membuat Sehun terkulai di lantai. Lengan kanannya mulai mengeluarkan darah segar karena tertusuk pecahan mangkuk. Laki-laki itu hanya tersenyum, tidak berfikir untuk meminta pertolongan sama sekali.

                Lalu senyuman pahit Sehun terhenti saat terdengar decitan knop pintu di kedua telinganya yang berwarna kemerahan. Terlihat seorang pemuda setinggi 180-an mendekati Sehun dengan segala kecemasan yang telah merasuki dirinya. Kemudian ditopangnya tubuh Sehun dengan cepat, menggendong tubuh laki-laki itu dari belakang hingga berlari keluar rumah sambil menggendong Sehun.  Sehun diam saja seolah tak peduli akan apa yang dilakukan orang ini, rasa pesimis yang cukup besar membuatnya lepas dari semangat hidup.

                Kanker darah stadium tiga telah melemahkan tubuhnya selama tujuh tahun terakhir. Hanya Luna selaku saudara tirinya dan mungkin, beberapa orang pelayan merawat Sehun dengan segudang kesabaran karena Ten hanya bisa membalas kebaikan mereka dengan kemarahan yang meluap-luap. Terhitung tujuh tahun semenjak kematian seluruh anggota keluarga kandungnya dan seorang peri yang dapat melindungi Sehun adalah Luna sendiri.

                Atau, mungkin tidak?

                “Jadi aku diculik?” Akhirnya hati kecil Sehun tergerak untuk mengajak pemuda itu bicara. Akan tetapi tak tergambar rasa senang dari pemuda itu, malah kedua kakinya berlari semakin kencang hingga membuat Sehun terlonjak. Namun entah apa yang membuat Sehun tersenyum, senyuman indah pertama semenjak tujuh tahun terakhir.

                “Baumu benar-benar sama dengan Chanyeol hyung. Itukah kau?” Lemah namun terdengar serius. Tak sampai semenit berlalu terdengar gelak tawa darinya. “Mana mungkin. Chanyeol hyung sudah meninggal tujuh tahun lalu. Aku juga tidak bias mengingat wajahnya. Bodoh.”

                Akan tetapi lama kelamaan rasa sakit benar-benar menjalar di sekujur tubuhnya, hingga menguras energy di dalam tubuhnya, bahkan untuk berbicara satu kata pun dirinya tak sanggup. Darah memercik dari mulutnya yang kecil. Semakin lama Sehun semakin terbatuk-batuk dengan keras, mengotori pundak pemuda yang menggendongnyadari belakang itu hingga membuat telinga dan wajah pemuda itu basah karena percikan darah.

                “Bertahanlah, Sehun-ah. Rumah sakit sudah dekat!” Pemuda itu berteriak dengan nafas yang tidak teratur, wajahnya memerah karena panik. Sama sekali Sehun tidak menjawab ucapan itu, perlahan dirinya melepaskan lingkaran tangannya dari leher pemuda itu. Membuat kedua mata pemuda itu membesar seakan kedua bola matanya akan lepas dari wajah tampan itu. Perasaan panik bergejolak di dalam tubuhnya, dengan cepat pemuda itu membaringkan tubuh Sehun di atas trotoar.

                “Aku melihat malaikat di sampingmu…” Bisikan halus membuat pemuda itu menangis. Memang mulut Sehun tidak mengeluarkan darah lagi, namun hanya dengan melihat kondisi Sehun sekarang kedua kelopak matanya tak mampu untuk membendung air mata yang kini membanjiri pipi tirus itu. Tangan pemuda itu bergetar hebat, dengan cepat memeriksa saku celananya. Mengeluarkan sebuah liontin hingga membuat Sehun sedikit terkejut. Ingin rasanya ia membulatkan kedua matanya sebagai respon shocked, namun penyakitnya ini benar-benar memakan seluruh energinya dengan lahap.

                “Apa Sehun masih ingat dengan liontin ini? Aku Chanyeol! Bertahanlah, Sehun-ah. Aku kembali karena ingin menjemputmu!”

                Kemudian Sehun tersenyum karena mengetahui fakta mengharukan ini. Tak lama Sehun menangis, tak kuat melihat Chanyeol bersedih karenanya. Dengan lemah ia meraba wajah Chanyeol. “Aku lelah, hyung. Aku mau tidur.”

                Perlahan kedua mata Sehun tertutup dan kehilangan kesadaran. Chanyeol mengguncang tubuh adiknya dengan kuat, berusaha untuk membangunkan Sehun. Meski adik kecilnya tak menunjukkan tanda-tanda kalau ia akan tersenyum kembali pada Chanyeol, Chanyeol benar-benar mengharapkan sebuah mukjizat.

                “Tidaaaaaaaaak!!!” Chanyeol memeluk Sehun dengan erat kemudian berteriak sekeras mungkin.





Comments

intj writer said…
Haduh mian tadi typo sehun ke ten ah miaaaaaannnn
Anonymous said…
Akankah ini dilnjut?sedih sehun sm chanyeol..pas chanyeol hidup lg sehunnya malah sakit parah
intj writer said…
@Anonymous
iya bakalan lanjut insyaAllah nunggu waktu luang aja hehee^^
Anonymous said…
Hii, ayo dong dilanjut tinggal satu chapter lg kan TT sehunnya bakal gimana nasibnya sm chanyeol huhu
khanza jung said…
Semangat thooor, masa digantung gini huhu