[EDITED] [COMPLETE] [BECOMES LONGER] Red Velvet - SR14B : Besok Saja, Siluet!
Ini ada versi repackagednya HAHAHAAA silahkan dibacaaaa :) Nambah kisaran 3 halaman sih dari ff kemaren, moga makin keren ^^
Baca bismillah dulu yaaaa :)
Baca bismillah dulu yaaaa :)
Irene
menatap langit malam dengan aksesoris berupa beberapa buah bintang yang
membentuk rasi Sagitarius. Udara malam yang begitu dingin membuat bulu kuduknya
berdiri, sesekali ia bersin karena tidak kuat untuk menahan rasa dingin yang
mulai menjalar ke seluruh tubuhnya. Kalau bisa, sekarang dirinya sudah masuk ke
dalam rumah untuk menghangatkan diri. Namun, seseorang yang sangat ditunggunya
itu belum juga datang, padahal arloji yang melingkar di tangan kanannya sudah
menunjukkan pukul sebelas malam.
Akhirnya
senyuman kecil tersungging dari bibir penuh itu, hatinya lega saat orang yang
sangat ditunggu membuka gerbang rumah. Raut wajah orang itu menjadi bukti kalau
ia merasa sangat lelah sekarang, membuat Irene mendekatinya dengan cepat.
“Wendy,
kenapa baru pulang sekarang?” Sebuah pertanyaan baru saja diucapkan dari bibir
Irene, namun Wendy hanya membuang muka, tak ingin untuk menjawab pertanyaan
kakaknya. Irene menghembuskan nafas dengan lunak, kemudian memutar kedua bola
matanya seolah berfikir akan adiknya ini. Bau melati menjalar dari tas Wendy,
membuat Irene yakin akan analisisnya. Kening gadis itu berkerut, terlihat tidak
senang.
“Jadi
seharian kamu menghabiskan waktu di makam Johnny? Dia sudah meninggal, Wendy!
Pacarmu itu tidak akan kembali padamu!” Gadis itu berteriak sekeras mungkin
agar adiknya bisa mengerti. Sebulan semenjak kepergian Johnny dan Wendy masih
menganggapnya hidup seperti sedia kala. Selalu menyediakan makanan dan minuman,
tak lupa pakaian disediakan olehnya di makam Johnny. Tentu saja seorang kakak
akan merasa sedih atas perbuatan itu, menyebabkan timbulnya sebuah keinginan
besar untuk menghentikan tingkah konyol adiknya. Hati Wendy bisa terluka jika
ia terus berbuat hal aneh ini.
“Dia sudah
mati! Dia sudah mati!” Gadis itu mengguncang tubuh Wendy dengan kencang, membuat
airmata menetes dari pelupuk mata adiknya. “Kau sudah gila, Wendy! Cepat
hentikan sekarang!”
Keesokan
harinya sikap Wendy berubah drastis. Samasekali tidak terucap sepatah kata dari
bibir gadis itu, bahkan ia terlihat seperti tidak memedulikan keberadaan
kakaknya. Ia lebih memilih untuk menjauh saat Irene terlihat dari kedua bola
mata berwarna coklat muda itu. Tentu saja Irene merasa kalau terdapat perubahan
aneh pada adiknya. Sehebat apapun mereka bertengkar, Wendy tidak pernah
mengacuhkannya, bahkan tak pernah terlintas di dalam benaknya untuk menjauhi
kakaknya sendiri. Dan Irene yakin betul kalau kejadian semalam tak akan membuat adiknya
berubah, ia tahu benar kalau adiknya itu keras kepala.
Kadar
kebingungan Irene akan sikap adiknya ini semakin bertambah saat melihat
sekumpulan semangat yang membara timbul dari energi positif tubuh Wendy saat
sepiring seafood di depan kedua bola
matanya yang bulat. Dengan cepat Wendy melahap hidangan itu, membuat Irene
semakin heran. Ia yakin betul kalau Wendy tidak menyukai seafood, mencium
baunya saja sudah memancing dirinya untuk muntah. Dahi gadis itu kemudian
berkerut, Irene menggigit bibirnya dengan lunak.
Perasaan
bingung bercampur dengan rasa penasaran yang begitu kuat mulai menjalar ke
seluruh tubuh Irene. Olahraga telah menjadi rutinitas adiknya, padahal selama
ini Wendy menolak dengan keras untuk melakukan aktivitas ini, dirinya selalu
merasa letih saat berolahraga. Bukan itu saja, masih banyak hal-hal lain yang
biasanya tak pernah dilakukan Wendy, namun kini ia melakukannya dengan penuh
semangat.
Hingga
akhirnya gadis itu memutuskan untuk menyelidiki masalah adiknya. Dengan pelan
gagang pintu kamar Wendy dibuka olehnya. Jam dinding berdetak dua kali,
menandakan kalau dirinya masih terjaga saat waktu menunjukkan pukul dua pagi.
Seorang
gadis terlelap di atas ranjang, membuat Irene sedikit tersenyum. Perlahan ia
mendekati Wendy, namun tiba-tiba saja ia terkejut akan siluet yang terbentuk di
kedua bola matanya. Bibir penuh itu sedikit terbuka, tak percaya akan apa yang
dilihatnya barusan. Spontan kedua kakinya bergetar hebat, disusul oleh ketidakteraturan
nafasnya. Apa yang dilihatnya barusan telah menjadi jawaban mengenai perubahan
sikap adiknya.
“Siapa kau?
Dikamar adikku,” tanya Irene saat melihat sosok bayangan laki-laki keluar dari
tubuh adiknya. Bayangan itu tersenyum, kemudan mendekati Irene yang sedari tadi
masih terlihat takut. Perlahan bayangan itu semakin jelas, membuat Irene
benar-benar terkejut. “Jangan ganggu adikku, Johnny. Aku tidak mengizinkanmu
untuk masuk ke dalam tubuh adikku. Cepat, kembalilah kea lam baka!”
“Wendy
adalah satu-satunya orang yang masih menganggapku hidup, kak. Itu membuatku
lebih mudah untuk memasuki tubuhnya. Ku mohon kak, besok saja. Besok umurku
genap 18 tahun. Aku ingin melihat seluruh orang yang ku sayangi untuk terakhir
kalinya,” ujar bayangan itu sambil berbisik. Irene megangguk pertanda setuju,
walaupun masih ragu atas keputusannya untuk mengizinkan Johnny.
Wendy terlihat
cukup senang saat seluruh keluarga Johnny mengunjungi makam itu. Bisa dikatakan
bukan Wendy yang merasa senang, namun sosok bayangan yang memasuki tubuhnya
sekarang . Irene hanya bisa melihatnya dengan tatapan sedih, kemudian berdoa
yang terbaik.
Akhirnya Johnny berpamitan untuk pergi ke surga
kepada Irene, sekaligus berterima kasih karena Irene telah mengizinkannya untuk
memasuki tubuh Wendy.
“Makasih, kak. Aku
senang sekali bisa bertemu ibuku,” ujar Johnny sambil tersenyum. Irene
berdecak, namun tertawa terbahak-bahak seakan dirinya tidak menyadari kalau ia
akan di cap sebagai orang gila jika tertawa sendirian. Bibir tipis Johnny
meregang, tersenyum karena kebaikan Irene. “Aku sudah mengizinkanmu untuk memasuki
tubuh Wendy selama beberapa hari ini, sekarang pergilah.”
Namun tiba-tiba saja
suara nyaring memutuskan suasana humor yang baru saja dibentuk Irene dan
Johnny.
“Kakak bicara sama
siapa? Apa yang kakak bicarakan? Apa yang terjadi denganku? Memasuki diriku?
Apa ini?” Tatapan itu seketika berubah menjadi tatapan tajam karena Irene hanya
bisa bereaksi secara spontan dengan gerakan tubuh kaku, menandakan kalau dirinya
sedang merasa gugup sekarang. Wendy benar-benar merasa kalau kakaknya sedang
menyembunyikan sebuah hal besar.
“Ah, aku tidak
berbicara apa-apa,” ujar Irene dengan pelan. Akan tetapi Wendy benar-benar
yakin jika Irene… berbicara dengan makhluk halus? Wendy mengecilkan kedua
matanya dan berusaha untuk melihat sosok makhluk halus yang sedang bergurau
dengan kakaknya itu. Kadar kepanikan di dalam jantung Irene mulai penuh dan
membuatnya berdesakan di dalam jantung gadis itu, membuat jantungnya berdetak
kencang.
Dan Wendy terduduk di
lantai, tangannya bergetar hebat saat indera penglihatannya mampu menangkap
sosok halus yang baru saja bergurau dengan Irene. Otaknya seperti terkena
sengatan listrik, dirinya terlihat seperti seorang gadis dengan fikiran kosong.
Irene masih berada di tempatnya, namun sosok halus itu perlahan mendekati
Wendy, kemudian mengulurkan tangannya. Gadis itu menunduk, nafasnya terasa
sesak.
“Apa Wendy marah
padaku?” Bahkan suara bass itu terdengar jelas di kedua telinga Wendy,
membuatnya merasa dibodohi oleh kakaknya sendiri, dan sosok itu tetap saja
tersenyum seakan tidak terjadi apa-apa. Dengan cepat gadis itu berdiri,
kemudian menampar pipi sosok halus itu. Ia tertawa dengan keras, baru sadar
kalau ia tidak dapat menampar sebuah siluet, tangannya tetap akan menembus
sosok halus itu.
“Jhonny, aku benci
padamu!” Wendy berteriak sekeras mungkin, tak peduli akan kemungkinan putusnya
pita suara yang berada di leher panjang itu. Tak lama kemudian suara gadis itu
terdengar serak, kelopak matanya tidak dapat membendung air mata yang kini
menetes di pipi tirus itu. Jantung Wendy terasa sesak, dirinya berusaha untuk
menahan rasa sakit yang dirasakannya semenjak Jhonny meninggalkannya.
“Maafkan aku, Wendy.
Aku hanya tidak ingin untuk membuatmu semakin bersedih.” Jhonny menunduk,
dirinya ingin menangis tapi air mata tak dapat menetes dari kedua matanya yang
bulat. “Aku harus pergi sekarang, Wendy. Waktuku untuk pergi ke surga.”
“Jhonny telah memasuki
tubuhku lalu tiba-tiba ingin meninggalkanku? Jhonny tidak boleh pergi. Tetaplah
disisiku! Jhonny kan tidak harus pergi ke surga,” ujar Wendy sambil menangis.
Irene mendekati Wendy namun Wendy mendorong kakaknya dengan kasar. Jhonny
benar-benar ingin untuk memeluk gadis yang berada didepannya itu, namun tak
bisa.
“Dengarkan aku. Wendy
harus melupakanku. Wendy harus mencari seseorang yang lebih baik dariku. Jika
Wendy bersikap baik dan tidak begitu memikirkanku lagi, aku akan tersenyum di
atas langit sambil melihatmu dengan penuh senyuman. Aku akan mengingatmu
sebagai berlian terindah yang pernah ku miliki, dan satu hal yang telah menjadi
janjiku saat aku hidup. Aku akan selalu menyayangimu, Wendy.”
Gadis itu sangat ingin
untuk memeluk Jhonny, dan ternyata gadis itu dapat memeluk Jhonny dengan erat.
Terasa sebuah kehangatan yang membuat hati Wendy terasa nyaman, namun tak lama
kemudian sebuah tangisan pecah dari gadis manis itu. Jhonny mengelus rambut
Wendy dengan lembut, membuat tangisan Wendy mereda.
Jhonny menatap gadis
itu sambil tersenyum, kemudian mencium kening Wendy sambil memeluknya dengan erat.
Perlahan sekumpulan cahaya menyilaukan muncul dari tubuh Johnny, membuat Wendy
melepaskan pelukan itu dengan cepat.
Beberapa saat kemudian
sosok halus Johnny memudar, kemudian menghilang bersama angin. Gadis itu
tersenyum, kemudian teringat akan perkataan Johnny kalau dirinya masih
menyayangi Wendy, sama ketika ia masih hidup. Irene mendekati Wendy, kemudian
memeluknya dengan erat.
Semenjak kejadian itu
Wendy tidak memberikan makanan, minuman atau pakaian ke makam Johnny. Setiap
kali ia melihat langit biru yang dipenuhi awan berwarna putih kapas, dirinya
selalu mendoakan Johnny seadanya, tidak berlebihan seperti saat itu. Dan Johnny
selalu melihat Wendy dari atas sana, kemudian menceritakan kepada penduduk
surga kalau Wendy adalah gadis termanis yang pernah ia kenal.
Comments